Kamis, 02 Mei 2013

JENIS - JENIS PAJAK

Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu:

Pajak Negara

Sering disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang terdiri dari:
  • Pajak Penghasilan
Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008
  • Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
  • Bea Materai
UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
  • Bea Masuk
UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
  • Cukai
UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai

Pajak Daerah

Sesuai UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
  • Pajak Provinsi terdiri dari:
  1. Pajak Kendaraan Bermotor;
  2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
  3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
  4. Pajak Air Permukaan; dan
  5. Pajak Rokok.
  • Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
  1. Pajak Hotel;
  2. Pajak Restoran;
  3. Pajak Hiburan;
  4. Pajak Reklame;
  5. Pajak Penerangan Jalan;
  6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
  7. Pajak Parkir;
  8. Pajak Air Tanah;
  9. Pajak Sarang Burung Walet;
  10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
  11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Undang - undang Perpajakan Negara

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
    stdd Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
    stdd Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
    stdd Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
  4. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan
    stdd Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
  5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
    stdd Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007

CARA PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


Selengkapnya kenaikan PTKP ini dapat dilihat sebagai berikut:
  • TK, Lajang (tidak menikah), Lama: Rp. 15.840.000,- Baru: Rp. 24.300.000,-
  • TK1, Lajang dengan 1 tanggungan, Lama Rp. 17.160.000,- Baru: 26.325.000,-
  • TK2, Lajang dengan 2 tanggungan, Lama Rp. 18.480.000,- Baru: 28.350.000,-
  • TK3, Lajang dengan 3 tanggungan, Lama Rp. 19.800.000,- Baru: 30.375.000,-
  • K, Menikah tanpa tanggungan, Lama Rp. 17.160.000,- Baru: 26.325.000,-
  • K2, Menikah dengan 2 tanggungan, Lama Rp. 19.800.000,- Baru: 30.375.000,-
  • K1, Menikah dengan 1 tanggungan, Lama Rp. 18.480.000,- Baru: 28.350.000,-
  • K3, Menikah dengan 3 tanggungan, Lama Rp. 21.120.000,- Baru: 32.400.000
agi mereka yang telah menikah, PTKP tersebut masih bertambah besar lagi. Seorang kepala keluarga yang menanggung istri dan anak akan mendapat tambahan PTKP masing-masing sebesar Rp 2.025.000/tahun. Untuk tanggungan di perbolehkan dengan jumlah maksimal 3 orang. Sehingga seorang karyawan atau pegawai yang telah menikah dan memiliki 3 anak kandung yang sepenuhnya ditanggung biaya hidupnya mendapatkan PTKP sebesar Rp  32.400.000.

Anggota Keluarga Yang Berhak Ditanggung
Menurut ilmu perpajakan, anggota keluarga yang berhak ditanggung dalam PTKP yaitu anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh kepala keluarga (wajib pajak). Syarat berikutnya yakni anggota keluarga tersebut adalah berasal dari anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus juga termasuk anak angkat.
Sehingga, dengan bahasa yang lebih mudah tanggungan itu diberikan kepada anak kandung, orang tua kandung dan mertua. Khusus untuk anak angkat yang berhak masuk dalam PTKP dibatasi sampai usia belum dewasa (belum 18 tahun) dan belum memiliki penghasilan. Jumlah tanggungan ini juga diberi batasan maksimal 3 orang saja. Dokumen yang digunakan sebagai bukti tanggungan yang masuk dalam PTKP dapat berupa surat pernyataan PTKP, yang dibuat oleh karyawan dan dapat diperbaharui jika ada perubahan jumlah tanggungannya.
Standar Biaya Hidup
PTKP identik dengan standar biaya hidup .Pada hakikatnya PTKP adalah suatu besaran yang dijadikan batas oleh pemerintah untuk memajaki penghasilan seseorang. Setiap orang pribadi  yang telah memperoleh penghasilan melewati PTKP wajib membayar pajak penghasilan ke kas negara. Pertimbangan untuk menentukan besarnya PTKP didasarkan pada perkembangan ekonomi moneter dan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya. Kenaikan PTKP ini juga diharapkan dapat meringankan beban hidup rakyat.
Di tengah kenaikan  harga-harga kebutuhan pokok sekarang ini, memang sudah selayaknya pemerintah menaikkan PTKP .Dengan menaikkan batas PTKP berarti akan semakin banyak penghasilan yang dibawa pulang untuk belanja dan menabung. Tingkat konsumsi masyarakat diharapkan akan semakin meningkat. Dengan bertambahnya tingkat konsumsi ini pemerintah akan mendapat setoran pajak dari PPN (pajak pertambahan nilai). Sebagaimana diketahui PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa di dalam negeri.
Perlambatan Ekonomi Dunia
Perkembangan ekonomi saat ini memang tengah mengalami perlambatan. Negara-negara barat seperti AS, Spanyol dan Yunani tengah berjuang menghadapi krisis ekonomi global. Penduduk di negara tersebut mulai bersikap hemat dan selektif dalam mengkonsumsi. Akibatnya Eropa dan AS syang menjadi pasar tujuan ekspor mulai mengurangi permintaan barangnya dari Indonesia. Dampak ini mulai dirasakan yaitu, neraca perdagangan yang mulai defisit.
Melambannya ekspor disikapi pemerintah dengan mendorong tingkat konsumsi masyarakat di dalam negeri. Untuk itulah pemerintah merasa perlu menaikkan batas penghasilan yang tidak dipajaki ini. Harapannya, dengan semakin banyak penghasilan yang dibawa pulang akan semakin banyak pula masyarakat yang berbelanja. Penambahan tingkat konsumsi ini pada akhirnya dapat meningkatkan PDB.
Di sisi lain policy yang bisa ditempuh adalah dengan menaikkan upah buruh. Jika PNS rata-rata setiap tahunnya mendapat kenaikan gaji 10%,namun tidak demikian halnya dengan buruh atau karyawan swasta. Mereka harus berjuang demi perbaikan nasib yang bernama kenaikan upah.
Perlu Sosialisasi
Pemberlakuan PTKP ini perlu disosialisaikan kepada pegawai, karyawan dan para perusahaan pemberi kerja. Utamanya adalah pemberi kerja, sebab dalam praktek witholding tax para pemberi kerja inilah yang akan melakukan pemotongan pajak penghasilan dari gaji pegawai dan karyawan mereka. Jangan sampai karyawan dipotong pajak lebih tinggi dari yang seharusnya. Terhadap pemotongan pajak ini, pemberi kerja wajib memberikan bukti potong. Bagi karyawan tetap, bukti potong pajak itu tertuang dalam formulir 1721-A1.
Dipihak karyawan juga dituntut peran aktifnya, yaitu mendaftarkan diri untuk mendapat NPWP dan menyampaikan SPT Pajak penghasilan setiap tahunnya. Pemilikan NPWP ini menjadi penting sebab ada perbedaan tarif pajak antara mereka yang punya NPWP dengan yang tidak memilikinya. Mereka yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif pajak penghasilan yang lebih tinggi 20% dari tarif normal. Sebagai contoh jika karyawan pemilik NPWP dikenakan pajak dengan tarif 5%, maka karyawan yang tidak punya NPWP dikenakan tarif 6%.
Meskipun tidak ada pajak yang dibayar, kewajiban menyampaikan SPT tetap melekat pada setiap warga negara pemilik NPWP. Oleh karena itulah biasanya wajib pajak pada setiap 31 Maret berbondong-bondong menyampaikan SPT ke kantor pajak.
Ketika dulu pahlawan kita berjuang dengan bambu runcing melawan penjajah, maka sekarang bentuk partisipasi pembangunan itu bernama ‘membayar pajak’. Bangga Bayar Pajak!